Rekomendasi bacaan, paus dan burung, dan update kecil
Apakah kita membayangkan masa depan seperti kita membayangkan masa lalu?
Minggu ini aku lagi kepikiran soal timeline dan nonton atraksi paus.
Di banyak kota di tepi pantai di dunia ini banyak yang punya tur nonton atraksi paus. Manusia naik kapal bolak-balik di laut, dan kalau lagi beruntung banget, ada paus muncul ke permukaan. Saat itu juga, suasana jadi kayak konser paparazzi di laut sampai pausnya nyelam lagi.
Aku kepikiran nulis ini gara-gara video ini.
Birdwatching nggak jauh beda, terutama yang santai-santai aja. Kita ke tempat yang ada kemungkinan banyak burung, bawa teropong, terus berharap burungnya datang ke tempat yang sama.
Kalau pausnya lagi di bawah laut atau burungnya cuma sepuluh langkah lebih jauh, ya udah, momen itu lewat begitu aja. Foto nggak jadi diambil, daftar burung nggak ketambah.
Sejarah juga mirip-mirip kayak gini.
Dua tahun lalu waktu aku baru kerja di jurno.id, aku kepikiran bikin serial artikel tentang timeline tentang apa aja. Tanggal-tanggal spesifik jadi elemen penting buat sejarah itu. Tapi tanggal cuma kayak momen paus muncul ke permukaan. Sejarah itu kalau dipikir-pikir cuma kayak nonton paus atau burung, yang muncul aja yang kita catat. Sisanya tenggelam di bawah permukaan. Orang-orang, benda-benda, dan kejadian yang nggak kita lihat nggak pernah masuk ke buku sejarah.
Sekarang aku lagi sibuk sama proyek desain buat ngebayangin ulang arsip. Arsip itu kumpulan artefak dari waktu yang udah hilang. Kita nyambungin potongan-potongan itu pake imajinasi: deduksi, inferensi, dan spekulasi. Foto, dokumen, atau tanggal cuma kayak bocoran kecil dari kehidupan yang jauh lebih kompleks di sekitarnya. Itu cuma momen kecil.
Sama kayak kita nebak paus atau burung bakal muncul di mana, itu semua butuh imajinasi. Yang jago biasanya ngeliat pola-pola dari masa lalu. Mereka paham kalau paus atau burung kadang ngulang pola, tapi nggak pernah bikin janji. Mereka mikir di bawah permukaan, ngulik sistem rumit yang bikin paus dan burung bisa muncul di titik tertentu.
Bisa nggak kita ngebayangin masa depan kayak kita ngebayangin masa lalu? Mungkin bisa. Kalau kita mau ngintip apa yang ada di bawah laut, di balik pohon, atau di kepala kita, mungkin kita bisa nebak momen-momen kecil yang bakal muncul.
Misalnya, daripada mundur ke 2019 buat ngeliat sejarah Web, gimana kalau Web nggak pernah ada? Kalau aku harus bikin sejarahnya sebelum dia ada, gimana? Mark Twain pernah nulis cerita pendek soal narapidana yang minta akses internet. Dia habisin harinya nge-scroll medsos di alat yang Twain sebut “Telectroscope.”
“...hari demi hari, malam demi malam, dia ngubek-ngubek sudut dunia, ngeliat kehidupan di sana, belajar dari pemandangan-pemandangan aneh, ngobrol sama orang-orang, dan ngerasa dengan alat ajaib ini, dia hampir sebebas burung di udara, walaupun dia terkunci di balik jeruji. Dia jarang ngomong, dan aku nggak pernah ganggu kalau dia lagi asyik. aku ngerokok santai sambil baca buku, sementara dia jalan-jalan ke dunia bawah yang jauh, tempat matahari bersinar, dan orang-orang sibuk dengan kerjaan mereka.”
Minggu ini aku kepikiran soal hubungan antara teknologi dan imajinasi. Dari mana imajinasi datang? Gimana imajinasi ngebentuk teknologi, dan gimana teknologi ngebentuk imajinasi?
Hal yang aku Lakuin:
Lanjut cerpen untuk EP Bob Atea ٩(^ᗜ^ )و ´-
Hal yang aku Baca:
Telling Stories: On Culturally Responsive Artificial Intelligence
Lab Kebijakan Teknologi Universitas Washington bikin kumpulan 19 cerita pendek soal AI dari seluruh dunia. Alih-alih bikin laporan kebijakan, mereka pake imajinasi dan narasi buat ngegali dampak budaya AI pada cinta, waktu, keadilan, identitas, bahasa, dan lain-lain.Do Digital Games Promote Capitalism?
Judulnya mungkin ngeri, tapi inti pertanyaannya menarik: “Kalau main game itu kayak mimpi, itu mimpi kita atau mimpi orang lain?” Intinya, mobile gaming sekarang lebih mirip simulasi produktivitas daripada hiburan.Are We the Cows of the Future?
Waktu aku baca soal VR buat sapi, awalnya aku ketawa. Tapi esai Esther Leslie bikin aku sedih. Teknologi sering bikin kita makin jauh dari cara kita ngebayangin alam. Imaginasi kita penting buat mencegah bencana.The Datafication of Forests? From the Wood Wide Web to the Internet of Trees
Bayangin sistem di mana pohon jadi pusat perhatian. Tulisan ini ngebahas gimana data digital bikin pohon jadi relatable buat manusia.Steve Rowell on Nature and Art
Dia ngomongin gimana seni bisa lahir dari alat otomatis dan proses alami. Apa yang alat-alat ini ceritain ke kita soal dunia?